Rabu, 22 Januari 2014

problematikan penegakan hukum pidana


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Korupsi merupakan suatu permsalahan seluruh bangsa di dunia, di Indonesia korupsi menjadi suatu permasalahan yang banyak ditemukan baik itu di lingkungan swasta, pemerintah ataupun birokrasi, ironinya korupsi bahkan terjadi dilingkungan lembaga peradilan. Tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan keuangan Negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari sejumlah lapisan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa pidana menempati peringkat teratas yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasa dalam masyarakat. Hal ini juga tak dapat dilepasakan dari pelaksanaanya yang tentunya dilaksanakan oleh para penegak hukum.Para penegak hukum yang seharusnya memberantas korupsi bahkan banyak yang terjerat kasus korupsi.
Dalam makalah ini, kami akan membahas kemampuan dan efektivitas penegak hukum dalam membasmi tindak pidana korupsi di Indonesia, karena sangat banyak persoalan dan permasalahan yang terjadi dalam membasmi korupsi di Indonesia ini.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa itu tindak pidana korupsi dan penegakan hukum ?
2.      Bagaimana pemberantasan korupsi di Indonesia ?
3.      Apa problematika kemampuan penegak hukum dalam memberantas korupsi di Indonesia ?

C.    Tujuan masalah
1.      Untuk mengetahui tentang tindak pidana korupsi dan penegakan hukum.
2.      Untuk mengetahui  pemberantasan korupsi di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui problematika kemempuan penegak hukum dalam menanggulangi korupsi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Tindak pidana korupsi dan penegakkan hukum
1.      Pengertian korupsi
Dalam ensiklopedia Indonesia disebut korupsi (dari bahasa latin : corruption = penyuapan, corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.
Secara harfiah korupsi adalah Kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, Tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.Menurut perspektif hukum, definisi korupsi di jelaskan dalam 13 pasal ( UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 ) Merumuskan 30 bentuk / Jenis tindak pidana korupsi, yang di kelompokan SBB :
a.       Kerugian uang Negara
b.      Suap menyuap
c.       Penggelapan dalam jabatan
d.      Pemerasan
e.       Perbuatan curang
f.       Benturan kepentingan dalam pengadaan
g.      gratifikasi

2.      Unsur tindak pidana korupsi
a.       Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
b.      Perbuatan melawan hukum
c.       Merugikan keungan Negara atau perekonomian
d.      Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri akibat sendiri dan orang lain

3.      Factor penyebab korupsi
a.       Lemahnya pendidikan agama dan etika
b.      Kurangnya pendidikan. Namun kenyataannya sekarang kasus-kasus korupsi di Indonesia dilakukan oleh para koruptor yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, terpelajar dan terpandang sehibgga alasan ini dapat dikatakn kurang tepat.
c.       Tidak adanya sanksi keras
d.      Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku anti korupsi
e.       Struktur pemerintahan
f.       Keserakaan akan harta kekayaan.
g.      Keadaan masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi bisa mencerminkan keadaan masyarakat secara keseluruhan.

4.      Korupsi dan penegakan hukum
Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan social ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini sekana menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. Sulitnya menanggulangi tindak pidana korupsi terlihat dari banyak diputus bebasnya terdakwa kasus korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak seimbang dengan apa yang dilakukannya. Hal ini sangat merugikan Negara dan menghambat pembangunan bangsa. Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi di tengah-tengah krisis multidimensional serta ancaman nyata yang terjadi, yaitu dampak dari kejahatan ini. Maka tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh melalui kesimbangan langkah-langkah yang tegas dan jelas dengan melibatkan semua potensi yang ada di dalam masyarakat khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum.
Korupsi tambah merajalela, kendati telah banyak perangkat hukum yang mengaturnya hal ini menunjukan tidak berfungsinya dimensi politik kriminal dari perangkat hukum pidana yang ada, khususnya penegak hukum yang mengatur korupsi. System penegakkan hukum yang tidak kondusif di dalam demokrasi saat ini diperparah dengan adanya lembaga pengampunan bagi konglomerat korup hanya dengan pertimbangan selera, bukan dengan pertimbangan hukum.
Pembangunan penegak hukum yang akuntabel harus dimulai dari standarisasi pendidikan yang terdapat dalam perguruan tinggi dalam hal ini pendidikan hukum karena selama ini pola pendidikan masih cenderung bersifat dogmatis ataupun cenderung sangat berpatok terhadap hukum positif. Pendidikan hukum dituntut untuk memenuhi standar kebutuhan yang menyangkut knowledge dan skill yang memadai dengan komposisi proporsional lebih khusus lagi bagi pendidikan penegak hukum yang selalu menghadapi godaan dan tantangan yang menuntut muatan moral dan integritasnya dalam melaksanakan tugas sebagai pengadil.
Faktor lain yang yang perlu diperlihatkan dalam upaya pembangunan penegakan hukum yang akuntabel adalah proses rekrutmen personel penegak hukum yang dalam hal ini adalah hakim. Penegakan hukum yang akuntabel juga menyangkut thescientific investigation of legal problem, maka dari itu diperlukan penegak hukum yang memiliki insting yuridis yang tajam dalam segala kebutuhan masalah hukum dan menyelesaikannya secara cepat, tepat, adil dalam rangka mewujudkan peradilan yang murah, cepat dan tentunya adil.

B.  Pemberantasan korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Karena itu, kita tak bisa hanya mengandalakan peran komisi pemberantasan korupsi (KPK) untuk membebaskan Negara ini dari cengkeraman gurita korupsi. Kepolisian republik Indonesia (polri) dan kejaksaan agung (kejagung) seharusnya turut mengambil peran serius untuk tugas membasmi korupsi. Sejumlah kasusu dugaan korupsi yang cukup besar berhasil ditangkap dan dibongkar. Mulai dari kasus korupsi mantan korlantas polri irjen Djoko susilo hingga penangkapan mantana ketuan mahkamah konstitusi Akil muchtar yang telah menggegerkan dunia penegakan hukum di tanah air.
Betapa seriusnya kejahatan korupsi, khususnya di Indonesia berbagai komisi antis korupsi sudah dibentuk sejak tahun 60-an sampai dengan 90-an. Tetapi semuanya kandas karena tida dapat dukungan dari pemerintah dan lemabaga-lambaga penegak hukum itu sendiri terlibat dalam keadilan. Dukungan dari lembaga-lembaga penegak hukum baru dapat diperoleh kalau ada kemauan dari pemerintah untuk memberantas korupsi.
Pemerintah mempunyai peran aktif dalam menyelenggarakan negara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, khususnya terhadap problematika yang dihadapi Indonesia, pemerintah harus mampu mengatasi dan memberikan penyelesaian atau solusi sehingga dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi. Korupsi merupakan salah satu tugas wajib pemerintah untuk menyelesaikan dan mengatasi agar orientasi memperkaya diri yang dilakukan oleh aparatur negara dapat diminimalisir bahkan di hilangkan.
Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pengadilan merupakan lembaga yang berwenang dalam menangani pemberantasan kasus korupsi. Dari ke empat lembaga ini KPK memiliki peran khusus dalam memberantas kasus korupsi, KPK harus lebih memiliki nilai dan integritas yang tinggi sehingga wewenang yang telah diberikan berdasarkan ketentuannya dapat dijalankan dan diimplementasikan dengan baik. Dari keempat lembaga tersebut dapat juga dimungkinkan adanya pihak-pihak tertentu akan terlibat dalam kasus korupsi, karena perlu kita ketahui bahwa korupsi itu bukan personal tetapi corporation atau kelompok, kecil kemungkinan bahwa korupsi hanya di lakukan oleh seorang saja, pasti ada pihak-pihak lain yang terlibat dalam kasus korupsi untuk memperlancar urusan yang menyimpang dari ketentuan.
Cara penanganan korupsi harus dengan cara yang luar biasa. Untuk itulah dibentuk KPK yang mempunyai wewenang luar biasa, sehingga kalangan hukum menyebutnya sebagai suatu lembaga super (super body).Untuk mencegah dan mengatasi keberadaan mafia hukum, pemerintah yang mana antara kepolisian, kejaksaan, KPK dan Pengadilan harus memperkuat koordinasi dan sinkronisasi agar kepastian hukum dapat terjamin dan kecilnya kemungkinan terjadi penyimpangan berkelanjutan. Perlu kita ketahui disetiap instansi terdapat peluang dimungkinkan terjadinya korupsi oleh aparatur negara tersebut. Karena mafia hukum itu adalah orang-orang yang memiliki kekuatan destruktif terhadap ketahanan negara dan kewibawaan pemerintah termasuk lembaga penegak hukumnya.
Dalam menangani kasus KPK diberi kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan proses dalam penuntutan. Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan yaitu tugas Kepolisian dan Kejaksaan yang selama ini dilihat tidak berdaya dalam memerangi korupsi. Disamping itu dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan public.

C.  Problematika kemampuan penegak hukum dalam memberantas korupsi di Indonesia
Indonesia sektor yang dinilai masih lemah dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi adalah penegak hukum itu sendiri. Diperlukan aparatur penegak hukum yang terlatih, jujur, berintegritas dan profersional. Agar aparat-aparat penegak hukum tersebut dapat membongkar perkara-perkara korupsi dan berani menindak siapa saja yang salah. Tidak seperti terjadi saat ini dimana para penegak hukum tidak dapat menggunakan sengatnya (kewenangan) ketika berhadapan dengan tindak pidana yang di aktori oleh petinggi-petinggi atau para pejabat begara. Oleh sebab faktor penegak hukum ini menjadi PR besar negara yang  harus dibenahi untuk terciptanya penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia.
Ketika sektor penegak hukum sudah dibenahi dan bisa menjalankan tugas dan kewajibannya diharapkan aparat penegak hukum dapat membongkar kasus-kasus korupsi. diharapkan agenda pemberantasan korupsi akan bergulir dan didukung oleh masyarakat yang memang sudah lama mengharapkan adanya tindakan tegas dari para penegak hukum.

1.      Faktor-faktor yang menyebabkan tidak efektifnya penanggulangan tindak pdana korupsi, adalah :
a.       Factor struktur
Factor struktur penegak hukum yang tidak tanggap dan sigap dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, hal tersebut dibuktikan dengan ringannya hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku, rendahnya manajemen perkara, lemahnya integritas dan moralitas hakim, rendahnya profesionalitas hakim, lemahnya pengawasan internal kehakiman.


b.      Factor kultur
Adapun kultur masyarakat dalam penegakan korupsi sangat rendah, hal tersebut dilihat dengan kurangnya partisipasi masyarakat, serta sikap masyarakat yang beranggapan bahwa segala permasalahn diserahkan terhadap hukum.
c.       Factor substansi
Banyaknya tindak pidana korupsi yang terjadi juga diakibatkan dari lemahnya sanksi dari kebijakan pemberantasan tindak pidana korupsi, adapun dalam hal ini terdapat ketidak sinkronan antar pasal dan juga sulit diterapkan hukuman pidana mati.

2.      Permasalahan kemampuan penegak hukum dalam menanggulangi korupsi
a.       Tidak adanya kemauan dan kesungguhan untuk memberantas korupsi telah menyebabkan upaya pemberantasan korupsi limpuh ditengah jalan. Para penegak hukum yang seharusnya mempelopori agenda pemeberantasan korupsi , justru terjebak dalam praktek korupsi sendiri.
b.      Kurangnya kredibilitas penegak hukum
Hal ini terlihat dari terbukanya kasus-kasus korupsi yang melibatkan para penegak hukum yang seharusnya mereka memberantas korupsi, malah mereka sendiri yang terkena kasusu korupsi itu. Oleh karena itu publikpun bertanya apakah benar para penegak hukum serius dalam memberantas korupsi.
c.       Hakim dan advokat sebagai penegak hukum banyak yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan padanya untuk diadili atau untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
d.      Keterbatasan sumber daya manusia yang ada di KPK menjadi kendala utama lembaga ini. Belum lagi betapa dahsyatnya perlawanan para pelaku korupsi dalam upaya melumpuhkan KPK.
e.       Para penegak hukum masih pandang bulu dan tidak tegas dalam memberantas korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini. Ini terlihat saat KPK menangani kasus hukum yang dekat dengan kekuasaan.Banyak produk hukum yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi permasalahan korupsi, namun produk hukum tersebut belum mampu untuk ditegakkan secara adil kepada semua pihak tanpa memandang jabatannya. Pemberantasan korupsi yang ada terkesan dilakukan dengan sistem “tebang pilih”. Jadi hanya kasus-kasus korupsi yang nilainya kecil saja yang diberantas oleh para penegak hukum. Menginjak wilayah kasus-kasus korupsi “kelas kakap”, para penegak hukum seperti kehilangan kekuasaannya. Kekuasaan para penegak hukum untuk dapat mengungkapkan kasus korupsi dengan nilai yang tinggi, hilang karena dapat dibeli dengan uang.
f.       Para penegak hukum terkesan lambat dan bertele-tele dalam menangani kasus-kasus korupsi yang melibatkan penguasa pemerintahan.
g.      Penegak hukum tidak bisa berkerja sendirian, harus ada yang menyeimbanginya, contohnya KPK harus diseimbangkan dengan para aparat penegak hukum lainnya seperti polri dan kejagung.jika sungguh-sungguh, Polri dan Kejagung pasti mampu mengimbangi KPK dalam kinerjanya. Apalagi, sebagian besar penyidik KPK berasal dari anggota Polri dan Kejagung. Mereka mampu membuktikan itu saat bergabung dengan KPK. Alumni penyidik KPK yang kembali kesatuannnya diharapkan menularkan semangat antikorupsi yang dimiliknya.
h.      Lemahnya pengawasan internal, rendahnya kredebilitas hakim, rendahnya integritas dan profersional para penegak hukum korupsi, khususnya hakim di pengadilan.
i.        Belum adanya kerja sama inbternasional secara maksimal dalm memberantas kasus korupsi dalam masalah pengambilan hasil tindak pidana korupsi.
Diratifikasinya United Nations Convention Against Corruption 2003 (UNCAC 2003) dengan UU Nomor 7 Tahun 2006 ini memiliki arti yang sangat strategis buat proses penegakan hukum tindak pidana, khususnya korupsi di Indonesia, karena kerja sama Internasional ini meliputi hal untuk meningkatkan kerja sama internasional khususnya dalam melacak, membekukan, menyita, dan mengembalikan aset-aset hasil tindak pidana korupsi yang ditempatkan di luar negeri.
j.        Masih memberikan hukuman yang ringan terhadap pelaku korupsi. Hal ini tak terlepas dari aparat penegak hukum yang bisa dibayar, sehingga hukuman yang dijatuhkanpun sangat ringan dan tidak menimbulkan efek jera. Dan tentunya hukuma yang keras tidak ditegakkan oleh penegak hukum, seperti hukuman mati, seumur hidup dll.
k.      Tidak efektifnya penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Contohnya saja masih banyak para pelaku koruptor yang keluar masuk penjara dengan sangat bebas, dengan mendapatkan fasilitas yang semestinya tidak ada. Kepolisian, kejaksaan dan pengadilan keadaannya tidak jauh berbeda dalam pemberantasan korupsi, seakan-akan tidak berdaya dan tidak mampu menghadapi tekanan suap yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terjerat kasus korupsi, sehingga proses peradilannya pun tidak efektif dan tersangka koruptor dapat divonis bebas. KPK tidak akan bisa melaksanakan perannya secara optimal bilamana tidak didukung oleh keinginan dan tindakan nyata pemerintah dalam penegakan hukum, terutama perang terhadap korupsi.

3.      Re-organisasi aparat penegak hukum
Dalam hal pemberantasan korupsi, aparat penegak hukum dihadapkan pada dirinya sendiri, karena lingkungan korup juga melanda institusi penegak hukum itu sendiri,
Fakta dilapangan saat ini terkait potret aparat penegak hukum di Indonesia adalah maraknya praktek Mafia Hukum. Praktek-praktek mafia hukum paling sering menggerogoti sendi-sendi  CriminalJustice System atau sistem peradilan Pidana di Indonesia, ini dimulai sejak proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemutusan, eksekusi dan pemasyarakatan. Hal-hal utama yang menyebabkan praktek-praktek ini terjadi antara lain:
1.      Lemahnya pengawasan dan tingkat disiplin aparat penegak hukum
2.      Kelemahan manajemen sumber daya manusia. Kelemahan ini terkait dengan sistem rekrutmen yang masih penuh dengan aroma KKN
3.      Kelemahan dalam praktek penanganan perkara, sistem penanganan perkara itu membuka peluang terjadinya praktik mafia hukum karena tidak ada check and balance.
4.      Minimnya gaji, tunjangan dan anggaran operasional institusi-institusi penegak hukum.
4.      Sarana dan prasarana pemberantasan korupsi
Sarana dan prasarana dalam pemberantasan korupsi tentunya sangat penting dalam mendukung penanggulangan korupsi yang ada di Indonesia, karena kalau tidak didukung dengan saran dan prasarana yang baik, tentunya dalam pemberantasannyapun akan kurang baik.
Berbicara mengenai Sarana dan Prasarana dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi, tentu kita akan membahas masalah lembaga peradilan sebagai Instrumen utama dari sistem penegakan hukum tindak pidana korupsi. Masih banyaknya kelemahan yang sangat fundamental yang masih terjadi dalam kelembagaan peradilan tindak pidana korupsi baik itu didalam melakukan tugas, fungsi, wewenang maupun tanggung jawabnya.
Kalau kita perhatikan masalah kelembagaan yang berhubungan dengan penindakan tindak pidana korupsi. Saat ini seperti dilaksanakan dengan dua cara yang berbeda, ada jalur umum adapula jalur Khusus, artinya dalam penindakan tindak pidana korupsi kelembagaan peradilan yang digunakan ada yang menggunakan jalur peradilan umum dalam hal ini Pengadilan Negeri, dan ada pula jalur khusus yaitu menggunakan Pengadilan Tindak Pidana Tipikor. Dimana dalam peradilan umum pelaksanaan fungsi penyelidikan dan penyidikan dilaksanakan oleh Kepolisian dan Kejaksaan, sedangkan dalam Pengadilan Tindak Pidana Tipikor baik penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh KPK
Perbandingan yang mencolok antara dua jalur peradilan yang bersifat umum dan bersifat khusus adalah kewenangan, fasilitas, pendanaan maupun kinerja masing-masing jalur peradilan ini, karena hasil dalam bentuk putusan atau vonis pun berbeda-beda diantara keduanya. Contohnya, di pengadilan khusus tindak pidana korupsi sangat jarang atau bahkan tidak pernah lolosnya perkara korupsi yang mereka sidangkan, artinya hampir mustahil ada putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan bila tindak pidana korupsi disidangkan di pengadilan jalur khusus atau yang lebih kita kenal dengan pengadilan tindak pidana korupsi. Berbanding terbalik dengan vonis-vonis yang di ketuk dipengadilan-pengadilan negeri yang berlabel jalur umum, begitu banyak vonis bebas dan lepas dari segala tuntutan yang diputuskan atas perkara-perkara tindak pidana korupsi disana.
Hal diatas menunjukan adanya perbedaan perlakuan antara dua jalur peradilan tindak pidana korupsi tersebut. Sehingga kesan kasus “tebang pilih” menjadi kentara bila mengkaji hasil-hasil dua putusan di dua jalur peradilan ini. Hal ini membuat para koruptor seakan menjadi korban dari suatu sistem peradilan yang tidak adil.

5.      Semakin panjang daftar penegak hukum terjerat kasus korupsi
Kondisi ini semakin menyulitkan pemberantasan korupsi di tanah air, karena sejumlah pelakunya justru berasal dari aparat penegak hukum sendiri. Alih-alih membenahi korupsi kejaksaan, ternyata seorang jaksa kembali ditangkap KPK dalam dugaan kasus suap sengketa tanah di praya Lombok Tengah.Di negeri ini, terdapat sejumlah lembaga dan jabatan penegak hukum, seperti  Jaksa, Hakim dan Polisi.Namun ternyata, semua unsur penegakan hukum tersebut tidak bersih murni.  Ada saja oknum mereka yang terlibat kasus korupsi. Hal yang lebih memprihatinkan adalah oknum pada instansi tersebut  berada pada posisi jabatan yang cukup tinggi.Selain Jaksa di Lombok dengan inisial S yang memiliki posisi tinggi pada satuan kerjanya, sebelum ini Urip Tri Gunawan juga memiliki posisi penting di Kejaksaan Agung.Di Bandung, salah satu pimpinan pengadilan negeri bandung, hakim setyabudhi, juga terjerat kasus suap perkara bantuan sosial pekot Bandung.Pada unsur polisi, pelakuya adalah Djoko Susilo dengan jabatan koorlantas Mabes Polri saat kasusnya tejadi.Sedangkan Pada mahkamah konstitusi, tidak tanggung-tanggung, pelaku korupsinya adalah ketua mahkamah konstitusi ketika itu, AKil Mochtar.Hampir seluruh instansi penegakan hukum, ternyata memiliki sejumlah oknum yang terlibat korupsi.Kondisi ini jelas semakin memprihatinkan dalam proses pemberantasan korupsi di tanah air, sebab pelakuknya berasal dari oknum lembaga penegakan hukum itu sendiri.Sapu kotor pasti tidak akan dapat membersihkan lantai yang juga kotor. Inilah problematika pemberantasan korupsi di Indonesia. Usul, gagasan, ide, peraturan, sudah dikeluarkan, akan tetapi oknum penegak hukum korup tetap saja ada.


Dari berbagai problematika kemampuan penegak hukum dalam menanggulangi korupsi yang terjadi di Indonesia ini menyebabkan terjadinya penurunan kewibawaan dan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap para penegak hukum yang menangani kasus-kasus korupsi. Kewibawaan kekuasaan kehakiman menuntut adanya kredibilitas personal dan integritas moral kelembagaan. Untuk itu sangat diperlukan adanya kualifikasi standar kemampuan intelektual, inovasi, ketangguhan mental, tidak ketinggalan tentang kejujuran yang berkaitan dengan sikap terbuka atau transparansi dalam pelayanan public.
Selain itu para penagak hukum harus memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pertama, kualitas hal tersebut dapat diimplementasikan pada kualitas seorang penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya yaitu dengan suatu tindakan yang berani yang dalam hal ini suatu putusan yang memperhatikan berbagai macam aspek bagi hakim dan suatu tuntutan dan dengan pengetahuan bukti-bukti yang cukup untuk melaksanakan terwujudnya penegakan hukum; kedua, moralitas juga dibutuhkan dalam melaksanakan tugas sebagai penegak hukum yaitu dengan moralitas yang baik sehingga dengan peraturan yang tidak begitu baik namun dengan semangat dan moralitas penegak hukum yang baik niscaya hukum akan dijalankan sesuai dengan sebagaimana mestinya; ketiga, integritas juga menjadi indikator keberhasilan suatu penegakan hukum yaitu kejujuran dan ketulusan aparat penagak hukum dalam melaksanakan tugasnya; adapun hal keempat yang tak kalah penting adalah faktor loyalitas pada suatu jabatan dan hukum yang diembannya karena hal tersebut sangat riskan terbukti dengan banyaknya kasus suap yang melibatkan institusi penegak hukum baru-baru ini.






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Penegakan hukum atas tindak pidana korupsi akan terwujud apabila pemerintah mempunyai keinginan untuk memberantasnya, tanpa adanya diskriminasi hukum terhadap upper power level (pejabat tinggi) maupun upper economic level (konglomerat). Selain itu kapasitas para penegak hukum yang berintegritas tinggi dan berkualitas dengan menjunjung tinggi sikap jujur dan moralitas.
Merosotnya integritas dari institusi penegak hukum, baik polisi maupun jaksa, dapat diselesaikan dengan cara menyerahkan segala kewenangan permasalahan korupsi pada suatu institusi independen seperti KPK yang lepas dari segala intervensi badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. KPK dapat bernaung dalam pengawasan langsung MPR sebagai institusi tertinggi negara sehingga tidak menimbulkan kesan sebagai subordinasi dari dan yang dapat diintervensi melalui kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Namun yang terpenting adalah perekrutan terhadap personalitas KPK ini wajib memiliki integritas dan moralitas yang tinggi dalam upaya mangggulangi pemberantasan korupsi di Indonesia.
Oleh karena itu problematika yang ada dalam penegakan hukum dalam menanggulangi korupsi ini harus segera untuk di perbaiki, supaya terwujudnya keadilan yang merata dan tentunya menghilangkan korupsi di Indonesia ini, yaitu melalui penegk hukum.

B.     Saran
a.    Bagi aparat penegak hukum didakannya reformasi hukum dan kelembagaan yitu dengan meningkatkan kualitas, partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas para penegak hukum .
b.    Semua problematika penegak hukum dalam menangani kasus korupsi harus segera diselesaikan dengan cepat.
c.    Bagi pembaca makalah ini agar terus menghindari, memberantas korupsi yang ada di sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA

Evi Hartanti, S.H, Tindak pidana korupsi. Jakarta , 2009. Sinar Grafika

Darwan Prinst, S.H. pemberantasan tindak pidana korupsi. 2002. PT. citra aditya bakri

Hadi Supeno. Korupsi di daerah (kesaksian, pengalaman dan pengakuan).Yogyakarta, 2009. Total media

Prof. Dr. Baharudin lopa S.H. Kejahatan korupsi dan penegakan hukum.Jakarta, 2001. Buku kompas

Prof. DR. Romli Atmasasmita, S,H.,LL.M. Sekitar masalah korupsi (aspek nasional dan internasional).Bandung, 2004. Mandar maju

Robert klitgaard dkk.Penuntun pemberantasan korupsi dalam pemerintahan daerah.Jakarat, 2005.Yayasan obor Indonesia.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

berkomentarlah dengan bijak sahabat semua.