Sistem Pemilu di Indonesia
A.
Pengertian,
Hakekat dan Tujuan Pemilu
1. Pengertian
Pemilu adalah sarana pelaksana
kedaulatan rakyatuntuk memiih anggota DPR,DPD dan DPRD serta Presiden dan Wakil
Presiden. Pemilu diselenggarakan dengan partisipasi rakyat berdasarkan asas
langsung,umum,bebas,rahasia,jujur dan adil serta menjamin prinsip-prinsip
keterwakilan, akuntabilitas dan legitimasi. Pemilu dapat jjuga diartikan
sebagai
2. Hakekat
Partai politik dalam negara Republik
Indonesia pada satu sisi berperan sebagai saluran utama untuk memperjuankan
kehendak masyarakat, bangsa, dan negara.Sebagai amanat reformasi kualitas
penyelenggaraan pemilu harus ditingkatkan agar lebih menjamin kompetisi yang
sehat, partisipasif yang dinamis, derajat keterwakilan yang lebih tinggi dan
mekanisme serta pertanggungjawaban yang jelas.
3. Tujuan
Dari uraian pengertian dan hakekat
di atas dapat dipahami bahwa tujuan diselenggarakannya pemilu adalah adalah
untuk memilih wakil rakyat dan wakil derah untuk membentuk pemerintahan yang
demokratis,kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan
nasional.
B.
Sistem
Pemilihan Umum di Indonesia
Sejak kemerdekaan hingga tahun 2009
bangsa Indonesia telah menyelenggarakan Sepuluh kali pemilihan umum 1955, 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Dari pemilihan
umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui adanya untuk mencari system
pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
1. Sistem Proporsional
Pemilihan umum pada tahun ini dengan
menggunakan system proporsional. Sistem proposional (multi member constituency)
adalah sistem pemilihan umum, dimana wilayah negara atau wilayah pemilihan
dibagi – bagi dalam daerah – daerah pemilihan yang dikenal dengan singkatan
dapil, dimana tiap – tiap daerah jumlah wakil yang akan duduk dalam perwakilan
lebih dari satu orang wakil. Kelebihan sistem proposional :
a. Sistem proposional dianggap
representative
b. Sistem proposional dianggap lebih demokratis
Kelemahan sistem proposional:
a. Sulit terjadinya intergrasi partai,karna
partai cenderung bertambah
b. kader partai sulit berkembang,karena
penentuan calon jadi didasarkan nomor urut.
c. wakil terpilih belum tentu orang
dikenal pemilih secara baik.karena banyak partai sulit mendapatkan suara
mayoritas.
2. Sistem distrik (single member
constituency)
Sistem distrik adalah sistem
pemilihan umum, dimana wilyah negara atau wilayah pemilihan dibagi – bagi dalam
distrik atau wilayah pemilihan dimana tiap wilayah akan dipilih satu wakil atau
calon wakil yang mendapatkan suara terbanyak diwilayahnya.
Kelebihan
dari sistem distrik adalah :
a.
Sistem
ini lebih mendorong ke arah integrasi partai.
b.
Wakil
adalah tokoh yang dikenal pemilih.
c.
partai
lebih mudah mencapai kedudukan mayoritas.
d.
Sistem
ini sederhana, ekonomis dan mudah untuk diselenggarakan
Sistem
ini memiliki kelemahan sebagai berikut :
a.
Sistem
ini kurang memperhatikan partai kecil.
b.
Banyak
suara hilang
c.
Kurang
efektif dalam masyarakat yang plural
d.
wakil
terlaluberorentasi pada daerah pemilih.
C.
Asas
Pemilihan Umum Indonesia
Pemilihan umum di Indonesia menganut
asas “Luber” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan
Rahasia”.Asal “Luber” sudah ada sejak zaman Orde Baru.Langsung berarti pemilih
diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.Umum
berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki
hak menggunakan suara.Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya
tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang
diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu
sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang
pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”. Asas jujur mengandung
arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk
memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai
dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk
menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang
sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun
diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil
mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga
penyelenggara pemilu.
Asas
Pemilu yaitu Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang akan diuraikan sebagai
berikut :
1.
Langsung
berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya
sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara;
2.
Umum
berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam
usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin
berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warganegara yang sudah berumu 21 (dua
puluh satu) tahun berhak dipilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung
makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang
telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar
acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial;
3.
Bebas
berarti setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya
tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap
warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati
nurani dan kepentingannya;
4.
Rahasia
berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan
diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih memberikan
suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada
suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah
keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan
pilihannya kepada pihak manapun;
5.
Jujur
berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana,
pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu,
termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus
bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
6.
Adil
berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik
peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak
manapun.
D.
Syarat
Pemilu Demokratis
Disepakati bahwa pemilu merupakan
sarana demokrasi untuk membentuk kepemimpinan negara. Dua cabang kekuasaan
negara yang penting, yaitu lembaga perwakilan rakyat ( badan legislatif) dan
pemerintah (badan eksekutif), umumnya dibentuk melalui pemilu. Walau pemilu
merupakan sarana demokrasi, tetapi belum tentu mekanisme penyelenggaraannya pun
demokratis.Sebuah pemilu yang demokratis memiliki beberapa persyaratan.
1. Pemilu harus bersifat kompetitif,
artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus
bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun
partai-partai oposisi memperoleh hak –hak politik yang sama dan dijamin
oleh undang – undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat,
berkumpul dan berserikat. Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama
dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang
diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan
kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara
kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya.
2. Pemilu harus diselenggarakan secara
berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan
jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali.
Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat yang
terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang
diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang
bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat
pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih
bertanggung jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari
pemilih bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat
perseorangan atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri
lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut.
3. Pemilu haruslah inklusif. Artinya
semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang
cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki
peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok
pun yang didiskriminasi oleh proses maupun hasil pemilu. Hal ini diharapkan
akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan
– perbedaan di masyarakat.
4. Pemilih harus diberi keleluasaan
untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana
yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas.
Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar
pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah
kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode pemilu (bisa empat, lima,
atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan ”teken kontrak” dengan partai
atau orang yang dipilihnya dalam satuperiode tersebut. Maka agar suara pemilih
dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar
dijamin.
5. Penyelenggara pemilu yang tidak
memihak dan independen. Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja
teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara,
pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara,
pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah
panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia penyelenggara pemilu yang
tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses
pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik
yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas
ketidakberpihakan tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga
tidak terpenuhi.
Ada
7 (tujuh) tugas Pemilu menanti anggota KPU yaitu :
a.
Merencanakan
program, anggaran serta menetapkan jadwal Pemilu;
b.
Penyesuaian
struktur organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal KPU paling lambat 3
bulan sejak pelantikan anggota KPU;
c.
Mempersiapkan
pembentukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) paling lambat 5 (lima) bulan setelah
pelantikan anggota KPU;
d.
Bersama-sama
Bawaslu menyiapkan kode etik, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Bawaslu
terbentuk;
e.
Memverifikasi
secara administratif dan faktual serta menetapkan peserta Pemilu;
f.
Memutakhirkan
data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar
pemilih tetap;
g.
Menetapkan
standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan barang dan
jasa Pemilu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
berkomentarlah dengan bijak sahabat semua.