Rabu, 22 Januari 2014

persaingan usaha tidak sehat dan ekonomi nasional


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Seperti yang kita maklumi, seiring dengan era reformasi, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam bidang hukum ekonomi dan hukum dagang atau bisnis, yang ditandai anatar lain dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yang dibanyak Negara disebut undang-undang antimonopoli. Undang-undang seperti ini sudah sejak lama dinantikan oleh pelaku usaha dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat dan bebas dari praktek kolusi, korupsi dan nepotisme. Dengan jaminan dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dalam berusaha.
Selain alasan itu tadi tentunya yang paling penting dengan diberantasnya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam berusaha bagaiamana mewujudkan dunia usaha untuk memajukan perkembangan ekonomi dan tentunya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat sebagai warga Negara dan juga pelaku usaha dagang/bisnis. Karena kalau terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, maka itu akan berdampak negatif bagi masayarakat dan juga pelaku usaha.
Dengan adanya larangan ini, pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat, serta tidak merugikan masayarakat banyak dalam berusaha, sehingga pada gilirannya penguasaan pasar yang terjadi timbul secara kompetitif.Di samping itu dalam rangka menyongsong era perdagangan bebas, kita juga dituntut untuk menyiapkan dan mengharmonisasikan rambu-rambu hukum yang mengatur hubungan ekonomi dan bisnis antar bangsa.
Persaingan usaha sangat menghargai efesiensi dan efektivitas pelaku usaha, karena pelaku usaha yang dapat melakukan hal tersebut maka dapat dikatakan ialah pemenang dalam persaingan tersebut.Karena hal itu dapat menimbulkan keuntungan yang dihasilkan dapat dilihat pada sudut ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat dan juga sebaliknya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana persaingan usaha tidak sehat dalam dunia dagang/bisnis ?
2.      Bagaimana peranan hukum persaingan usaha dalam pembangunan ekonomi nasional?
3.      Korelasi persaingan usaha tidak sehat dengan efesiensi ekonomi dan kesejahteraan rakyat ?

C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui persaingan usaha tidak sehat dalam dunia dagang/bisnis.
2.      Untuk mengetahui peranan hukum persaingan usaha dalam pembangunan ekonomi nasional.
3.      Untuk mengetahui korelasi/hubungan persaingan usaha tidak sehat dengan efesiensi ekonomi dan kesejahteraan rakyat.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Persaingan Usaha Tidak Sehat Dalam Dunia Dagang/Bisnis.
1.      Pengertian persaingan usaha tidak sehat
Menurut rumusan pasal 1 angka 6 Undang-Undang Antimonopoli, yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau mengahambat persaingan usaha.
Ada tiga indikator untuk menyatakan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, yaitu :
a.       Persaingan usaha yang dilakukan secara tidak jujur
b.      Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara melawan hukum
c.       Persaingan usaha yang dilakukan dengan cara menghambat terjadinya persaingan di antara pelaku usaha.

2.      Berbagai bentuk kegiatan dan perjanjian dalam persaingan usaha tidak sehat
Pada bab ini diuraikan secara sistematis dan tersetruktur mengenai perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan posisi dominan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau Undang-Undang Antimonopoli.

a.       Jenis-jenis perjanjian yang dilarang
1.      Oligopaliadalah keadaan pasar dengan produsen pembekal barang hanya berjumlah sedikit sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar, atau keadaan pasar yang tidak seimbang karena dipengaruhi oleh sejumlah pembeli.
2.      Penetapan harga (price fixing)adalah penentuan suatu harga (price) umum untuk suatu barang atau jasa oleh suatu kelompok pemasok yang bertindak secara bersama-sama, sebagai kebalikan atas pemasok yang menetapkan harganya sendiri secara bebas.
3.      Diskriminasi harga (price discrimination)adalah kemampuan seorang pemasok untuk menjual produk yang sama pada sejumlah pasar yang terpisah dengan harga-harga yang berbeda.
4.      Penetapan harga di bawah harga pasar (predatory pricing)adalah suatu kebijakan penetapan harga yang dilakukan oleh sebuah atau banyak perusahaan dengan tujuan untuk merugikan para pemasok pesaing atau untuk memeras konsumen.
5.      Pembagian wilayahadalah perjanjian yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang atau jasa.
6.      Pemboikotanadalah penghentian pasokan barang oleh produsen untuk memaksa distributor menjual kembali barang tersebut dengan ketentuan khusus.
7.      Oligopsoni adalah suatu bentuk dari pemusatan pembeli yaitu situasi pasar yang dimana beberapa pembeli besar berhadapan dengan banyak pembeli-pembeli kecil.
8.      Integrasi vertical adalah suatu elemen dari struktur pasar dimana sebuah perusahaan melakukan sejumlah tahap yang berurutan dalam penawaran sebuah produk, sebagai kebalikan pelaksanaan yang hanya pada satu tahap.
9.      Perjanjian tertutup adalah perjanjian antara para pelaku usaha yang memuat beberapa syarat yang tidak dibenarkan dalam hukum dagang/bisnis.
10.  Perjanjian dengan pihak luar negeri adalah perjanjian yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

b.      Kegiatan yang dilarang
1.      Monopoli (monopoly) adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
2.      Monopsony adalah keadaan pasar secara tidak seimbang yang dipengaruhi oleh seseorang pembeli.
3.      Penguasaan pasar adalah kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat.
4.      Persekongkolan adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh palaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.

c.       Posisi Dominan
Posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitannya dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha yang memiliki posisi tinggi diantara pesaingnnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitannya dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjual, serta kemampuan untuk menyelesaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Posisi dominan yang dilarang karena dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, dibagi atas 4 (empat) bentuk, yaitu :
1.      Posisi dominan yang bersifat umum
2.      Posisi dominan karena jabatan rangkap
3.      Posisi dominan karena pemilikan saham mayoritas
4.      Posisi dominan karena penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
Dari berbagai penjelasan di atas, jelas bahwa setiap praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat dalam dunia usaha dagang/bisnis sangat dilarang, baik itu dalam bentuk perjanjian, kegiatan maupun posisi dominan.Dalam segala bentuk persaingan usaha tidak sehat itu semunya sangat bisa menimbulkan kerugian baik itu pada palaku usaha maupun msayarakat luas.

B.     Peranan Hukum Persaingan Usaha Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional
Kebutuhan akan suatu system yang sistematis merupakan yang mendasar bagi suatu Negara. Hukum tanpa berjalan di atas rel yang berfungsi sebagai pondasi, tidak akan berfungsi dengan baik. Begitupun halnya dengan ekonomi, tanpa disokong oleh suatu sistem, tidak akan mungkin dapat berjalan sesuai harapan. Dalam rangka pembangunan ekonomi suatu Negara berkembang, hukum harus berperan secara optimal.Namun, supaya hukum dapat berjalan secara optimal, maka diperlukan hukum dalam bentuk yang sistematis.Jika inigin memperbaiki pertumbuhan ekonomi di suatu Negara berkembang, maka harus dilakukan adalah memperbaharui sistem hukum dan menentukan arah pembangunan secara jelas dan terarah.Sistema hukum yang cocok diterapkan di Negara yang sedang berkembang adalah system hukum yang bersifat pro-pasar (market-friendly).
Bagi Negara berkembang seperti Indonesia, kepastian hukum dan stabilitas ekonomi merupakan hal yang penting dalam pembangunan perekonomiannya.Investasi merupakan salah satu penyokong perekonomian yang cukup dominan.Karenanya. Dengan system hukum dan juga system politik yang stabil dapat membawa pengaruh pada tumbuh dan berkembangnnya perekonomian Negara berkembang, senada dengan transplantasi system ekonomi yang pro-pasar ke dalam suatu Negara berkembang, maka timbul pertanyaan, apakah ekonomi Indonesia sudah dikategorikan pro-pasar? Menurut penelitian, Indonesia menempati peringkat yang kurang strategis dibandingkan 117 negara dunia yang dilirik oleh para investor.
Ada beberapa alasan/teori yang mendukung hal tersebut, dianataranya :
1.      Investor tidak melihat kepada system hukum apa yang dianut oleh suatu Negara, tetapi lebih melihat kepada kepastian hukum.situasi/stabilitas politik suatu Negara.
2.      Indonesia dinilai tidak atraktif/tidak kompetitif, karena mata rantai birokrasi yang sangat panjang.
3.      Jika terjadi sengketa, akan diadili di forum arbitrase internasional, tidak dengan hukum Indonesia.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan ternyata system hukum ekonomi pro-pasar bukanlah satu-satunya parameter untuk mengubah kesejahteraan negera-negara berkembang seperti Indonesia.
System ekonomi yang ideal untuk Indonesia adalah sistem ekonomi pasar bebas yang terkendali.Dimana system ini tetap membuka peluang yang seluas-luasnya kepada pasar, dengan tetap dikendalikan oleh pemerintah sebagai guidenya.Tetapi juga diperlukan system hukum yang berupa hukum persaingan usaha, yang tertuang di dalam UU No. 5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Karena dengan adanya peraturan ini akan terciptanya  efektivitas dan efesiensi dalam kegiatan usaha. Ketika tujuan ini terpenuhi, stabilitas perekonomian dan kepastian hukum akam menjadi lebih terjamin. Jika iklim persaingan usaha di Indonesia kondusif, maka arus investasi akan serta merta mengalir ke Indonesia. Jika jumlah investasi meningkat, maka pertumbuhan ekonomi nasional akan mengalami peningkatan. Ketika pertumbuhan ekonomi nasional meningkat, maka kebutuhan masyarakat akan terpenuhi, sehingga tercapailah kesejahteraan masayarakat. Deskripsi tersebut sesuai dengan adagium persaingan sehat, sejahterahkan rakyat”.

C.    Korelasi/Hubungan Persaingan Usaha Tidak Sehat Dengan Efesiensi Ekonomi Dan Kesejahteraan Rakyat.
Di dalam pembahasan diatas telah disebutkan akan UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah dalam rangka untuk menciptakan landasan ekonomi yang kuat untuk menciptakan perekonomian yang efisien dan bebas dari distorsi pasar. Tentunya di dalam persaingan yang tidak sehat dalam dagang/bisnis memiliki korelasi/hubungan dengan efisiensi ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Berikut tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
1.      Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efesiensi ekonomi nasional sebagai salah satuupaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
2.      Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil.
3.      Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4.      Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Dengan adanya aturan perundang-undangan yang mengatur tentang praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat itu, maka secara otomatis para pelaku dagang dan juga masayarakat dapat terlindungi dari kedzaliman pelaku dagang yang menggunakan cara yang tidak sehat dalam bersaing dalam bisnis. Sesuai dengan judul makalah ini, sungguh jelas bahwa antara persaingan usaha tidak sehat dengan efisiensi ekonomi dan kesejehteraan masyarakat memiliki hubungan/korelasi yang erat, baik secara berbanding lurus, maupun berbanding terbalik.
Pada hakikatnya persaingan usaha yang sehat (fair competition)akan memberikan akaibat positif bagi para pelaku usaha, sebab dapat menimbulkan motivasi atau rangsangan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, inovasi dan kualitas produk yang dihasilkan. Selain menguntungkan bagi para pelaku usaha, tentu saja konsumen memperoleh manfaat dari persaingan usaha yang sehat itu, yaitu adanya penurunan harga, banyak pilihan, dan peningkatan kualitas produk.Sebaliknyaapabila terjadi persaingan usaha tidak sehat (unfair competition) antara pelaku usaha tentuberakibat negative tidak saja bagi pelaku usaha dan konsumen, tetapi juga memberikan pengaruh negatif bagi perkonomian nasional dan kesejahteraan rakyat.Diakui atau tidak, masalah persaingan usaha di indonesai pada masa orde baru belum mendapat perhatian serius dari pemerintah, akibatnya tidakla mengherankan apabilah iklim persaingan usaha yang ada pada masa ini bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dalm bidang ekonomi. Berdasarkan apa yang diuraikan tadi, jelaslah bahwa demokrasi di bidang ekonomi itu harus diimplementasikan secara konsisten dalam kegiatan usaha, karena memang mempunyai arti yang penting dan strategis dalam rangka pembangunan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Hubungan antara persaingan usaha tidak sehat dengan efisiensi ekonomi dan kesejahteraan rakayat, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Apabila di dalam usaha bisnis/dagang terjadi persaingan usaha yang tidak sehat, maka tujuan yang terdapat di dalam UU N0. 5/1999 tentang larangan melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yaitu menciptakan efisiensi ekonomi untuk kesejahteraan rakyat tidak akan terwujud secara maksimal.
2.      Apabila terjadi persaingan usaha tidak sehat yang melibatkan pelaku usaha, maka akan terciptanya para pelaku usaha yang tidak jujur, tidak mempunya kredebiltas serta produk-produk yang dihasilkannyapun akan tidak baik, dan ini sangat merugikan perekonomian di dalam Negara serta merugikan para konsumen.
3.      Apabila terjadi persaingan usaha tidak sehat dengan menggunakan berbagai cara baik itu malalui perjanjian, kegiatan maupun posisi dominan , maka akan terjadi berbagai penindasan terhadap para pelaku usaha yang kecil, akan merugikan konsumen, akan merugikan pelaku lawan usahanya yang otomatis,apabila itu semua terjadi maka berdampak pada perekembangan ekonomi.
4.      Apabila terjadi persaingan usaha tidak sehat maka akan terjadi pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, baik dalam praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat dan terhambatnya perkembangan pembangunan ekonomi yang diharapkan Negara dan rakyat.
5.      Apabila terjadi persaingan tidak sehat dalam usaha , maka tidak akan memberikan peluang yang sama bagi semua pelaku usaha untuk ikut serta melakukan proses produksi barang dan jasa dalam suatu iklim usaha yang sehat, sehingga apabila terjadi maka tidak akan mendorong pertumbuhan ekonomi pasar yang wajar.
6.      Apabila terjadi persaingan usaha tidak sehat, maka akan terjadi penghambatan atau mencegah perkembangan palaku pasar yang menjadi pesaingnnya, dan ini juga sangat berpengaruh kepada perekembangan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
7.      Apabila terjadi persaingan usaha yang tidak sehat dalam usaha, contonhya saja dalam kegiatan ekspor dan impor, maka akan terjadi kebebasan yang tak terbatas, yang tak terkendali dan apabila ini terjadi, maka akan menimbulkan kerugian di bidang ekonomi dan finansial yang bisa saja mempengaruhi stabilitas perekonomian Negara.
Dengan terjadinya kemungkinan-kemungkinan apabila persaingan usaha yang tidak sehat dalam bidang dagang atau bisnis terus tejadi di berbagai aspek bentuk persaingan yang tidak sehat itu, maka perekonomian pun akan terhambat bahkan bisa saja berakibat fatal bagi perekonomian secara nasional dan tentunya kesejehteraan rakyat tidak akan terwujud sebagai mana yang sudah dijelaskan diatas di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tadi.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di dalam bab pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam dunia dagang/bisnis sering terjadi persaingan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, dan persaingan usaha yang dilakukan dengan cara tidak sehat sering kali menimbulkan masalah dan persoalan yang semestinya tidak terjadi di dalam persaingan usaha. Persaingan usaha yang tidak sehat, memiliki banyak sekali bentuk dan jenisnya, baik itu dari bentuk perjanjian, kegiatan dan posisi dominasi, yang kesemuanya tersebut merupakan cara persaingan yang tidak sehat.
Di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang larangan melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga telah dijelaskan bahwa praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sangat dilarang. Karena ini berbanding terbalik dengan tujuan dari undang-undang itu sendiri yaitu untuk menciptakan efisiensi ekonomi supaya tercapainya kesejahteraan rakyat.
Oleh karena antara persaingan usaha tidak sehat dengan efisiensi ekonomi dan kesejahteraan rakyat memiliki korelasi/hubungan dalam hal dampak negatifnya bagi perkembangan pereokonomian dan kesejahteraan masayarakat dan juga sebaliknya.

B.     Saran
1.      Untuk pelaku usaha agar selalu menjaga persaingan usaha dalam berbisnis dengan cara persaingan yang sehat dan menghindari persaingan dengan cara tidak sehat.
2.      Untuk komisi pengawas persaingan usaha agar tetap menjaga dan mengawasi kegiatan persaingan usaha yang ada dengan sebaik-baiknya.
3.      Untuk penulis dan juga yang membaca makalah ini, agar apabila terlibat dalam pelaku usaha dagang/bisnis agar tetap bersaing dengan cara yang sehat.
4.      Terakhir apabila di dalam makalah ini terdapat kesalahan  penulisan dan sebagainya, mohon di koreksi dan di sampaikan kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA


1.      Rachmadi Usman S.H. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Gramedi Pustaka Utama, Jakarta. 2004

2.      Hermansyah, S.H., M.Hum. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 2008

3.      Suyud Margono. Hukum Anti Monopoli. Sinar Grafika. Jakarta. 2009

4.      Mustafa kamal Rokan, S.H., M.Hum. Hukum Persaingan Usaha (teori dan praktiknya di Indonesia). PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2012





Tiada ulasan:

Catat Ulasan

berkomentarlah dengan bijak sahabat semua.