Jumaat, 15 Februari 2013



Hadits dan Orientalis
Makalah
Disusun Untuk memenuhi tugas mata kuliah
ILMU HADIS

NAMA   :  M .TAUFIQ JAHIR
                                                                     NIM    : 11421020
           JURUSAN  :  HUKUM ISLAM (SYARIAH)


Dosen Pengampu
Drs. KH. Muhaddi zainuddin Lc. Mag

PRODI HUKUM ISLAM (SYARIAH)
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2012


KATA PENGANTAR


Puji syukur kami haturkan kehadirat Ilahi Rabbi yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah ilmu hadis yang berjudul “hadis dan oriantalis
              Penulisan makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari pihak –pihak yang mendukung.  teman –teman yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini, masih terdapat kesalahan dan kekurangan, Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah selanjutnya.














DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL.........................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI   .......................................................................................................
BAB I .................................................................................................................
A.      PEDAHULUAN.......................................................................................................
B.      PEMBAHASAN......................................................................................................   
BAB II.................................................................................................................
1         Pengertian.......................................................................................................
2         Persepsi Orientalis Terhadap Hadis ……………………………………....................             
3         Hadis dan Orientalis..................................................................................
4         Kritik Hadis versi Orientalis.....................................................................
C.      PENUTUP............................................................................................................
Kesimpulan......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................







BAB I

A.     PENDAHULUAN

Orientalisme yang pada awalnya adalah salah satu kajian keilmuan yang
tergabung di dalam ilmu Antropologi, memiliki tujuan yang sama dengan ilmu induknya
tersebut yaitu untuk mempelajari kebudayaan lain agar bisa menemukan kebudayaan
terbaik yang bisa dijadikan kebudayaan pilot project bagi seluruh dunia.
Namun pada perkembangan lebih lanjut, antropologi kemudian berubah menjadi
sebuah kajian keilmuan dari sebuah bangsa Eshtablished terhadap kebudayaan yang
outsiders. Karena masyarakat merasa mereka lebih berbudaya daripada masyarakat
oriental (timur), baik itu timur jauh, timur tengah, timur selatan. Meliputi semua hal
budaya, adat, norma dan juga agama-agama masyarakat timur.
Aktivitas orientalisme dalam memurtadkan ummat dari aqidahnya adalah dengan
memisahkan ummat dari al Quran dsn sunnah. Tahap pertama yang mereka lakukan
adalah berusaha mementahkan sunnah dan hadist-hadist rasulullah SAW. Yang kemudian
mengarahkan pada interpretasi Quran bukan berdasarkna sunnah, tapi logika saja. Proyek
ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam tantangan ummat Islam.

B. PEMBAHASAN

1.      Pengertian

Kata “hadis” mula-mula berarti “suatu pemberian kabar” (a communication) atau
berita (narrative) pada umumnya, baik yang bersifat agama maupun duniawi, kemudian
mempunyai arti yang khusus, yaitu suatu kumpulan perbuatan dan kata-kata Nabi SAW
dan sahabat-sahabatnya. Dalam arti terakhir ini seluruh materi riwayat (hadis) yang suci
kaum muslimin disebut “hadis”, maka pengetahuan tentang hadis disebut Ulum Al-
Hadis.
Orientalisme adalah studi Islam yang dilakukan oleh orang-orang Barat. Kritikus
orientalisme bernama Edward W Said menyatakan bahwa orientalisme adalah suatu cara
untuk memahami dunia Timur berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pengalaman
manusia Barat Eropa.
Secara bahasa orientalisme berasal dari kata orient yang artinya timur. Secara
etnologis orientalisme bermakna bangsa-bangsa di timur, dan secara geografis bermakna
hal-hal yang bersifat timur, yang sangat luas ruang lingkupnya. Orang yang menekuni
dunia ketimuran ini disebut orientalis. Menurut Grand Larousse Encyclopedique seperti
dikutip Amin Rais, orientalis adalah sarjana yang menguasai masalah-masalah
ketimuran, bahasa-bahasanya, kesusastraannya, dan sebagainya. Karena itu orientalisme
dapat dikatakan merupakan semacam prinsip-prinsip tertentu yang menjadi
ideologi ilmiah kaum orientalis.
Kata isme menunjukkan pengertian tentang suatu faham. Jadi, orientalisme
bermakna suatu faham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan
dengan bangsa-bangsa di timur beserta lingkungannya.

2. Persepsi Orientalis Terhadap Hadis

Orientalisme yang pada awalnya adalah salah satu kajian keilmuan yang
tergabung di dalam ilmu Antropologi, memiliki tujuan yang sama dengan ilmu induknya
tersebut yaitu untuk mempelajari kebudayaan lain agar bisa menemukan kebudayaan
terbaik yang bisa dijadikan kebudayaan pilot project bagi seluruh dunia.
Namun pada perkembangan lebih lanjut, antropologi kemudian berubah menjadi
sebuah kajian keilmuan dari sebuah bangsa Eshtablished terhadap kebudayaan yang
outsiders. Karena masyarakat merasa mereka lebih berbudaya daripada masyarakat
oriental (timur), baik itu timur jauh, timur tengah, timur selatan. Meliputi semua hal
budaya, adat, norma dan juga agama-agama masyarakat timur.
Di dalam salah satu bukunya, Orientalism, Edward Said mengatakan bahwa
kegiatan yang dilakukan oleh para orientalis dalam meneliti agama Islam, khususnya
hadis, bukanlah pekerjaan yang non profit oriented, artinya mereka memiliki tujuan
tertentu dengan meneliti agama Islam sedemikian rupa. Tujuan itu antara lain adalah
mencari kelemahan Islam dan kemudian mencoba menghancurkannya pelan-pelan dari
dalam. Walaupun tidak semua orientalis memiliki tujuan seperti itu paling tidak itu
adalah sebuah anomali dari sekelompok orang yang boleh dikata memiliki persentase
sangat kecil. Hal inilah yang menjadi alasan bagi Hasan Hanafi cs untuk membalas
perlakuan mereka dengan giliran balik menyerang kebudayaan Barat dengan cara
mempelajarinya dan kemudian juga dengan cara yang sistematis mencoba
menggerogotinya dari dalam.
Mereka memilih hadis dalam upayanya untuk menyerang umat Islam karena
kedudukan hadis yang sangat penting dalam kehidupan kaum muslim. Hadis adalah
sumber hukum kedua setelah al Quran sekaligus juga sebagai penjelas dari al Quran itu
sendiri. Mereka lebih memilih menyerang hadis ketimbang al Quran, karena hadis
hanyalah perkataan manusia yang bisa saja mengandung kesalahan dan unsur-unsur
negatif lainnya. Mereka sulit untuk mencoba mendistorsikan al-Quran karena al-Quran
adalah sumber transendental dari tuhan yang telah terjamin dari semua unsur negatif.
Ada tiga hal yang sering dikemukakan orientalis dalam penelitian mereka
terhadap al-Hadis, yaitu tentang para perawi hadis, kepribadian Nabi Muhammad SAW,
metode pengklasifikasian hadis :

1.      Aspek Perawi Hadis

Para orientalis sering mempertanyakan tentang para perawi yang banyak
meriwayatkan hadis dari rasulullah. seperti yang kita ketahui bersama para sahabat
yang terkenal sebagai perawi bukanlah para sahabat yang yang banyak menghabiskan
waktunya bersama rasullah seperti Abu bakar, Umar, Usman dan Ali. Namun yang
banyak meriwayatkan hadis adalah sahabat-sahabat junior dalam artian karena
mereka adalah orang “baru” dalam kehidupan rasulullah. Dalam daftar sahabat yang
banyak meriwayatkan hadis tempat teratas diduduki oleh sahabat yang hanya paling
lama 10 tahun berkumpul dengan Nabi, seperti Abu hurairah, Sayyidah Aisyah, Anas
bin malik, Abdullah ibn Umar dll. Abu hurairah selama masa 3 tahun dia berkumpul
dengan Nabi telah berhasil meriwayatkan lebih dari 5800 hadis, Sayyidah Aisyah
mengumpulkan lebih dari 3000 hadis dan demikian juga dengan Abdullah ibn Umar,
Anas.
2.      Aspek Kepribadian Nabi Muhammad SAW

Tidak cukup dengan menyerang para perawi hadis, kepribadian Nabi
Muhammad juga perlu dipertanyakan. Mereka membagi status nabi menjadi tiga
sebagai rasul, kepala negara, dan pribadi biasa sebagaimana orang kebanyakan.
Bahwa selama ini hadis dikenal sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad baik perbuatan, perkataan dan ketetapan beliau juga perlu direkontruksi
ulang. Sesuatu yang berdasarkan dari Nabi baru disebut hadis jika sesuatu tersebut
berkaitan dengan hal-hal praktis keagamaan, karena jika tidak hal itu tidak layak
untuk disebut dengan hadis, karena bisa saja hal itu hanya timbul dari status lain
seorang Muhammad.
3. Aspek Pengklasifikasian hadis
Sejarah penulisan hadis juga tidak lepas dari kritikan mereka. Penulisan hadis
yang baru dilakukan beberapa dekade setelah Nabi Muhammad wafat juga perlu
mendapat perhatian khusus. Hal itu, lanjut mereka, membuka peluang terhadap
kesalahan dalam penyampaian hadis secara verbal, sebagaimana yang dikatakan oleh
Montgomerywatt,salah seorang orientalis ternama saat ini:
"Semua perkataan dan perbuatan Muhammad tidak pernah
terdokumentasikan dalam bentuk tulisan semasa Ia hidup atau sepeninggalnya.
Pastinya hal tersebut disampaikan secara lisan ke lisan, setidak-tidaknya pada awal
mulanya. Hal itu diakui ataupun tidak sedikit banyak akan mengakibatkan distorsi
makna, seperti halnya dalam permainan telpon-telponan anak kecil".
Hal diatas adalah sebagian dari pemikiran Orientalis tentang Islam , lebih
spesifik lagi tentang hadis. Hal itu sedikit banyak bisa memberikan pemahaman dan
wacana baru bagi kita agar kita bisa melihat hadis, sesuatu hal berharga yang kita
punyai tidak hanya dengan pandangan dan penilaian kita tapi juga dengan sisi
pandang orang lain, yang boleh jadi akan lebih objektif dari kita. kita harus berterima
kasih kepada mereka karena telah meneliti kehidupan kita, sehingga kita bisa
mengambil hasil penelitian mereka sebagai bahan koreksi dan pembelajaran bersama,
terlepas dari niat-niat buruk dari sebagian mereka.

3.      Hadis dan Orientalis

Sarjana barat yang pertama kali melakukan kajian Hadis adalah Ignaz Goldziher,
seorang orientalis Yahudi kelahiran Hongaria yang hidup antara tahun1850 - 1921 M.
pada tahun 1890, ia mempublikasikan hasil penelitiannya tentang Hadis dalam sebuah
buku yang berjudul Muhammedanische Studien (Studi Islam). Dan sejak saat itu hingga
sekarang, buku tersebut menjadi "kitab suci" di kalangan orientalis.
Dibanding dengan Goldziher, hasil penelitian Schacht memiliki "keunggulan",
karena ia bisa smpai pada kesimpulan yang meyakinkan bahwa tidak ada satupun Hadis
yang otentik dari Nabi Muhammad, khususnya Hadis-hadis yang berkaitan dengan
hukum-hukum Islam. Sementara Goldziher hanya sampai pada kesimpulan yang
meragukan adanya otentisitas Hadis. tidak aneh jika kemudian buku Schacht memperoleh
reputasi dan sambutan yang luar biasa.
Baik Ignaz maupun Schacht, keduanya tidak berbicara tentang otoritas Hadis
sebagai sumber hukum dalam Islam. Karena keduanya telah sepakat bahwa Hadis tidak
memiliki otentitas sebagai sebuah ajaran yang bersumber dari Nabi Muhammad, padahal
Hadis dapat menjadi sumber ajaran Islam, ketika ia otentik dari Nabi, sehingga tidak
mungkin Hadis dapat digunakan sebagai sumber ajaran Islam.
Keduanya justru membuat kiat-kiat yang dapat dipergunakan sebagai pendukung
hasil penelitian mereka; Bahwa apa yang disebut sebagai Hadis, bukanlah sesuatu yang
otentik dari Anbi Muhammad. Setidaknya ada tiga kiat-kiat digunakan, guna menyokong
pendapat mereka:
a. Mendistorsi teks-teks sejarah. Semisal tuduhan Goldziher terhadap Imam Ibn Syihab
al-Zuhri (w. 123 H.). menurutnya Imam al-Zuhri telah melakukan pemalsuan Hadis,
dan ia juga mengubah teks-teks sejarah yang berkaitan dengan Ibn Syihab al-Zuhri,
sehingga menimbulkan kesan bahwa Imam al-Zuhri memang mengakui dirinya
sebagai pemalsu Hadis.
Menurut Goldziher, al-Zuhri pernah berkata, inna haula'I al-umara akrahuna
'ala kitabah ahadist (para penguasa itu memaksa kami untuk menulis Hadis). kata
'ahadist' dalam kutipan Goldizer tidak menggunakan artikel "al" (al-ahadist) yang
dalam bahasa Arab memiliki makna definitif (ma'rifah), sementara dalam teks yang
asli, yang merupakan ucapan Imam Ibn Syihab yang sebenarnya, seperti yang
terdapat dalam kitab Ibn Sa'ad dan Ibn 'Asakir, adalah 'al-ahadist' yang berarti Hadishadis
yang telah dimaklumi secara definitif, yaitu Hadis-hadis yang berasal dari Nabi
Muhammad.
b. Membuat teori-teori rekayasa. Bahwa untuk memperkuat tuduhannya yang
menyatakan bahwa apa yang disebut Hadis adalah bukan sesuatu yang otentik dari
nabi Muhammad, melainkan hanya merupakan bikinan para ulama abad pertama dan
kedua, Schacht membuat teori tentang 'rekonstruksi' terjadinya sanad Hadis. teori ini
dikemudian hari dikenal sebagai teori Projecting Back (proyeki ke belakang)
Menurut Schacht, jurisprudensi Islam belum eksis dan permanen pada masa
al-Sya'by (w. 110 H.). Hal ini artinya bahwa apabila terdapat Hadis-hadis yang
berkaitan dengan hukum Islam, maka sejatinya Hadis-hadis tersebut merupakan
buatan orang-orang yang lahir dan hidup sesudah al-Sya'bi. Schacht berpendapat
bahwa jurisprudensi Islam baru dikenal sejak masa pengangkatan para qadhi (hakim
agama), yang baru diadakan pada dinasti bani Umayah.
c. Ketiga melecehkan Ulama Hadis, di mana kiat para orientalis selanjutnya adalah
melecehkan kredibilitas ulama Hadis, sembari menuduh mereka sebagai pemalsu.
Banyak ulama yang mereka sorot dan menjadi sasaran pelecehan ini, antara lain
Shahabat Abu Hurairah (w. 57 H.), Imam Ibn Syihab al-Zuhri (w. 123 H.), dan Imam
Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w. 256 H.).
Tiga tokoh tersebut menjadi sasarn pokok serangan para orientalis karena
ketiganya menempati posisi-posisi yang strategis dalam kajian ilmu Hadis; Abu
Hurairah adalah Shahabat yang tercatat sebagai shahabat yang paling banyak
meriwayatkan Hadis dari Nabi Muhammad. Dan al-Zuhri disebut-sebut sebagai orang
yang pertama kali membukukan Hadis. sementara al-Bukhari adalah tokoh yang
menulis kitab paling otentik sesudah al-Quran, yaitu kitab Shahih al-Bukhari.

4.      Kritik Hadis versi Orientalis

Kalau ada diantara orientalis yang pernah berusaha menciptakan metode kritik
hadits, maka sudah bisa dipastikan arahnya, yaitu untuk menjegal metodologi yang
selama ini ada. Dengan demikian akan terjadi perubahan besar dalam hukum-hukum
Islam akibat dari berubahnya hadits shahih menjadi maudhu` atau yang maudhu` malah
menjadi shahih
Dan akibat yang akan ditimbulkan sudah bisa anda bayangkan juga. Nantinya
syariah Islam akan berubah 180% derajat. Sesuatu yang haram bisa jadi halal dan yang
halal bisa jadi haram. Bahkan zina, khamar, judi, mut`ah, mencuri dan segala
kemungkaran menjadi halal. Dan sebaliknya, jilbab, qishash, hudud dan menegakkan
hukum Islam menjadi terlarang. Karena haditsnya telah berubah status. Dan
perubahannya itu ditentukan oleh para orientalis.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan
Kendati orang-orang barat sudah lama mempelajari kajian-kajian keislaman
secara umum, nampaknya baru pada masa-masa belakangan ini, mengarahkan
mengarahkan kajiannya secara khusus terhadap Hadis dan ilmu Hadis.
Para orientalis barat itu meski ada satu dua yang niatnya baik dan jujur, namun
umumnya adalah orang-orang yang punya niat tidak baik erhadap ajaran Islam. kalau pun
niatnya baik, tapi karena mereka tidak mengenal ajaran Islam dengan benar sesuai
dengan manhaj Rasulullah SAW, maka baik metode maupun kesimpulan akhirnya selalu
melenceng jauh dari objektifita




DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, A,1981, Orientalisme Ditinjau Menurut Kaca Mata Agama, Jakarta : Pustaka Al-
Husna.
Edward W Said, 1996, Orientalisme, Terj. Asep Hikmat, Bandung: Pustaka Salman.
M. Amien Rais, 1986, “Cakrawala Islam”, Bandung: Mizan.
M. M. Azami, 1994, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta : PT pustaka
Firdaus.
www.sukmanila.multiply.com
www.ikhwaninteraktif.com
Mustafa al-Siba'i, Al-Sunah Wa Makanatuha fi Al-Tasyri' Al-Islami, Beirut, 1978, hal.15
Hanafi, A,“Orientalisme Ditinjau Menurut Kaca Mata Agama” Jakarta : Pustaka Al-
Husna, 1981
Edward W Said, Orientalisme, Terj. Asep Hikmat, Bandung: Pustaka Salman, 1996
M. Amien Rais, Cakrawala Islam, Bandung: Mizan, 1986
M. M. Azami, 1994, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta : PT pustaka Firdaus.
Mustafa al-Siba'i, Al-Sunah Wa Makanatuha fi Al-Tasyri' Al-Islami, Beirut, 1978, hal.15
Diambil dari www.sukmanila.multiply.com
Diambil dari www.ikhwaninteraktif.com
ikhwaninteraktif.com

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

berkomentarlah dengan bijak sahabat semua.