Hadits dan Orientalis
Makalah
Disusun Untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ILMU HADIS ”

NAMA : M .TAUFIQ JAHIR
NIM : 11421020
JURUSAN :
HUKUM ISLAM (SYARIAH)
Dosen Pengampu
Drs. KH. Muhaddi zainuddin Lc. Mag
PRODI HUKUM ISLAM (SYARIAH)
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Ilahi
Rabbi yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, Sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah ilmu hadis yang berjudul “hadis
dan oriantalis
Penulisan makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan
dari pihak –pihak yang mendukung. teman
–teman yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan
makalah ini, masih terdapat kesalahan dan kekurangan, Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
BAB I .................................................................................................................
A.
PEDAHULUAN.......................................................................................................
B.
PEMBAHASAN......................................................................................................
BAB II.................................................................................................................
1
Pengertian.......................................................................................................
2
Persepsi Orientalis Terhadap Hadis ……………………………………....................
3
Hadis
dan Orientalis..................................................................................
4
Kritik
Hadis versi Orientalis.....................................................................
C.
PENUTUP............................................................................................................
Kesimpulan......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
A. PENDAHULUAN
Orientalisme
yang pada awalnya adalah salah satu kajian keilmuan yang
tergabung
di dalam ilmu Antropologi, memiliki tujuan yang sama dengan ilmu induknya
tersebut
yaitu untuk mempelajari kebudayaan lain agar bisa menemukan kebudayaan
terbaik
yang bisa dijadikan kebudayaan pilot project bagi seluruh dunia.
Namun
pada perkembangan lebih lanjut, antropologi kemudian berubah menjadi
sebuah
kajian keilmuan dari sebuah bangsa Eshtablished terhadap kebudayaan yang
outsiders. Karena masyarakat merasa mereka lebih berbudaya daripada
masyarakat
oriental
(timur), baik itu timur jauh, timur tengah, timur selatan.
Meliputi semua hal
budaya,
adat, norma dan juga agama-agama masyarakat timur.
Aktivitas
orientalisme dalam memurtadkan ummat dari aqidahnya adalah dengan
memisahkan
ummat dari al Quran dsn sunnah. Tahap pertama yang mereka lakukan
adalah
berusaha mementahkan sunnah dan hadist-hadist rasulullah SAW. Yang kemudian
mengarahkan
pada interpretasi Quran bukan berdasarkna sunnah, tapi logika saja. Proyek
ini
sebenarnya bukan hal yang baru dalam tantangan ummat Islam.
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Kata
“hadis” mula-mula berarti “suatu pemberian kabar” (a communication) atau
berita
(narrative) pada umumnya, baik yang bersifat agama maupun duniawi,
kemudian
mempunyai
arti yang khusus, yaitu suatu kumpulan perbuatan dan kata-kata Nabi SAW
dan
sahabat-sahabatnya. Dalam arti terakhir ini seluruh materi riwayat (hadis) yang
suci
kaum
muslimin disebut “hadis”, maka pengetahuan tentang hadis disebut Ulum Al-
Hadis.
Orientalisme
adalah studi Islam yang dilakukan oleh orang-orang Barat. Kritikus
orientalisme
bernama Edward W Said menyatakan bahwa orientalisme adalah suatu cara
untuk
memahami dunia Timur berdasarkan tempatnya yang khusus dalam pengalaman
manusia
Barat Eropa.
Secara
bahasa orientalisme berasal dari kata orient yang artinya timur. Secara
etnologis
orientalisme bermakna bangsa-bangsa di timur, dan secara geografis bermakna
hal-hal
yang bersifat timur, yang sangat luas ruang lingkupnya. Orang yang menekuni
dunia
ketimuran ini disebut orientalis. Menurut Grand Larousse Encyclopedique seperti
dikutip
Amin Rais, orientalis adalah sarjana yang menguasai masalah-masalah
ketimuran,
bahasa-bahasanya, kesusastraannya, dan sebagainya. Karena itu orientalisme
dapat
dikatakan merupakan semacam prinsip-prinsip tertentu yang menjadi
ideologi
ilmiah kaum orientalis.
Kata
isme menunjukkan pengertian tentang suatu faham. Jadi, orientalisme
bermakna
suatu faham atau aliran yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan
dengan
bangsa-bangsa di timur beserta lingkungannya.
2.
Persepsi Orientalis Terhadap Hadis
Orientalisme
yang pada awalnya adalah salah satu kajian keilmuan yang
tergabung
di dalam ilmu Antropologi, memiliki tujuan yang sama dengan ilmu induknya
tersebut
yaitu untuk mempelajari kebudayaan lain agar bisa menemukan kebudayaan
terbaik
yang bisa dijadikan kebudayaan pilot project bagi seluruh dunia.
Namun
pada perkembangan lebih lanjut, antropologi kemudian berubah menjadi
sebuah
kajian keilmuan dari sebuah bangsa Eshtablished terhadap kebudayaan yang
outsiders. Karena masyarakat merasa mereka lebih berbudaya daripada
masyarakat
oriental
(timur), baik itu timur jauh, timur tengah, timur selatan.
Meliputi semua hal
budaya,
adat, norma dan juga agama-agama masyarakat timur.
Di
dalam salah satu bukunya, Orientalism, Edward Said mengatakan bahwa
kegiatan
yang dilakukan oleh para orientalis dalam meneliti agama Islam, khususnya
hadis,
bukanlah pekerjaan yang non profit oriented, artinya mereka memiliki
tujuan
tertentu
dengan meneliti agama Islam sedemikian rupa. Tujuan itu antara lain adalah
mencari
kelemahan Islam dan kemudian mencoba menghancurkannya pelan-pelan dari
dalam.
Walaupun tidak semua orientalis memiliki tujuan seperti itu paling tidak itu
adalah
sebuah anomali dari sekelompok orang yang boleh dikata memiliki persentase
sangat
kecil. Hal inilah yang menjadi alasan bagi Hasan Hanafi cs untuk membalas
perlakuan
mereka dengan giliran balik menyerang kebudayaan Barat dengan cara
mempelajarinya
dan kemudian juga dengan cara yang sistematis mencoba
menggerogotinya
dari dalam.
Mereka
memilih hadis dalam upayanya untuk menyerang umat Islam karena
kedudukan
hadis yang sangat penting dalam kehidupan kaum muslim. Hadis adalah
sumber
hukum kedua setelah al Quran sekaligus juga sebagai penjelas dari al Quran itu
sendiri.
Mereka lebih memilih menyerang hadis ketimbang al Quran, karena hadis
hanyalah
perkataan manusia yang bisa saja mengandung kesalahan dan unsur-unsur
negatif
lainnya. Mereka sulit untuk mencoba mendistorsikan al-Quran karena al-Quran
adalah
sumber transendental dari tuhan yang telah terjamin dari semua unsur negatif.
Ada
tiga hal yang sering dikemukakan orientalis dalam penelitian mereka
terhadap
al-Hadis, yaitu tentang para perawi hadis, kepribadian Nabi Muhammad SAW,
metode
pengklasifikasian hadis :
1.
Aspek Perawi Hadis
Para
orientalis sering mempertanyakan tentang para perawi yang banyak
meriwayatkan
hadis dari rasulullah. seperti yang kita ketahui bersama para sahabat
yang
terkenal sebagai perawi bukanlah para sahabat yang yang banyak menghabiskan
waktunya
bersama rasullah seperti Abu bakar, Umar, Usman dan Ali. Namun yang
banyak
meriwayatkan hadis adalah sahabat-sahabat junior dalam artian karena
mereka
adalah orang “baru” dalam kehidupan rasulullah. Dalam daftar sahabat yang
banyak
meriwayatkan hadis tempat teratas diduduki oleh sahabat yang hanya paling
lama
10 tahun berkumpul dengan Nabi, seperti Abu hurairah, Sayyidah Aisyah, Anas
bin
malik, Abdullah ibn Umar dll. Abu hurairah selama masa 3 tahun dia berkumpul
dengan
Nabi telah berhasil meriwayatkan lebih dari 5800 hadis, Sayyidah Aisyah
mengumpulkan
lebih dari 3000 hadis dan demikian juga dengan Abdullah ibn Umar,
Anas.
2.
Aspek Kepribadian Nabi
Muhammad SAW
Tidak
cukup dengan menyerang para perawi hadis, kepribadian Nabi
Muhammad
juga perlu dipertanyakan. Mereka membagi status nabi menjadi tiga
sebagai
rasul, kepala negara, dan pribadi biasa sebagaimana orang kebanyakan.
Bahwa
selama ini hadis dikenal sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi
Muhammad
baik perbuatan, perkataan dan ketetapan beliau juga perlu direkontruksi
ulang.
Sesuatu yang berdasarkan dari Nabi baru disebut hadis jika sesuatu tersebut
berkaitan
dengan hal-hal praktis keagamaan, karena jika tidak hal itu tidak layak
untuk
disebut dengan hadis, karena bisa saja hal itu hanya timbul dari status lain
seorang
Muhammad.
3.
Aspek Pengklasifikasian hadis
Sejarah
penulisan hadis juga tidak lepas dari kritikan mereka. Penulisan hadis
yang
baru dilakukan beberapa dekade setelah Nabi Muhammad wafat juga perlu
mendapat
perhatian khusus. Hal itu, lanjut mereka, membuka peluang terhadap
kesalahan
dalam penyampaian hadis secara verbal, sebagaimana yang dikatakan oleh
Montgomerywatt,salah
seorang orientalis ternama saat ini:
"Semua
perkataan dan perbuatan Muhammad tidak pernah
terdokumentasikan
dalam bentuk tulisan semasa Ia hidup atau sepeninggalnya.
Pastinya
hal tersebut disampaikan secara lisan ke lisan, setidak-tidaknya pada awal
mulanya.
Hal itu diakui ataupun tidak sedikit banyak akan mengakibatkan distorsi
makna,
seperti halnya dalam permainan telpon-telponan anak kecil".
Hal
diatas adalah sebagian dari pemikiran Orientalis tentang Islam , lebih
spesifik
lagi tentang hadis. Hal itu sedikit banyak bisa memberikan pemahaman dan
wacana
baru bagi kita agar kita bisa melihat hadis, sesuatu hal berharga yang kita
punyai
tidak hanya dengan pandangan dan penilaian kita tapi juga dengan sisi
pandang
orang lain, yang boleh jadi akan lebih objektif dari kita. kita harus berterima
kasih
kepada mereka karena telah meneliti kehidupan kita, sehingga kita bisa
mengambil
hasil penelitian mereka sebagai bahan koreksi dan pembelajaran bersama,
terlepas
dari niat-niat buruk dari sebagian mereka.
3.
Hadis dan Orientalis
Sarjana
barat yang pertama kali melakukan kajian Hadis adalah Ignaz Goldziher,
seorang
orientalis Yahudi kelahiran Hongaria yang hidup antara tahun1850 - 1921 M.
pada
tahun 1890, ia mempublikasikan hasil penelitiannya tentang Hadis dalam sebuah
buku
yang berjudul Muhammedanische Studien (Studi Islam). Dan sejak saat itu
hingga
sekarang,
buku tersebut menjadi "kitab suci" di kalangan orientalis.
Dibanding
dengan Goldziher, hasil penelitian Schacht memiliki "keunggulan",
karena
ia bisa smpai pada kesimpulan yang meyakinkan bahwa tidak ada satupun Hadis
yang
otentik dari Nabi Muhammad, khususnya Hadis-hadis yang berkaitan dengan
hukum-hukum
Islam. Sementara Goldziher hanya sampai pada kesimpulan yang
meragukan
adanya otentisitas Hadis. tidak aneh jika kemudian buku Schacht memperoleh
reputasi
dan sambutan yang luar biasa.
Baik
Ignaz maupun Schacht, keduanya tidak berbicara tentang otoritas Hadis
sebagai
sumber hukum dalam Islam. Karena keduanya telah sepakat bahwa Hadis tidak
memiliki
otentitas sebagai sebuah ajaran yang bersumber dari Nabi Muhammad, padahal
Hadis
dapat menjadi sumber ajaran Islam, ketika ia otentik dari Nabi, sehingga tidak
mungkin
Hadis dapat digunakan sebagai sumber ajaran Islam.
Keduanya
justru membuat kiat-kiat yang dapat dipergunakan sebagai pendukung
hasil
penelitian mereka; Bahwa apa yang disebut sebagai Hadis, bukanlah sesuatu yang
otentik
dari Anbi Muhammad. Setidaknya ada tiga kiat-kiat digunakan, guna menyokong
pendapat
mereka:
a.
Mendistorsi teks-teks sejarah. Semisal tuduhan Goldziher terhadap Imam Ibn
Syihab
al-Zuhri
(w. 123 H.). menurutnya Imam al-Zuhri telah melakukan pemalsuan Hadis,
dan
ia juga mengubah teks-teks sejarah yang berkaitan dengan Ibn Syihab al-Zuhri,
sehingga
menimbulkan kesan bahwa Imam al-Zuhri memang mengakui dirinya
sebagai
pemalsu Hadis.
Menurut
Goldziher, al-Zuhri pernah berkata, inna haula'I al-umara akrahuna
'ala
kitabah ahadist (para penguasa itu memaksa kami untuk
menulis Hadis). kata
'ahadist'
dalam kutipan Goldizer tidak menggunakan artikel "al" (al-ahadist)
yang
dalam
bahasa Arab memiliki makna definitif (ma'rifah), sementara dalam teks
yang
asli,
yang merupakan ucapan Imam Ibn Syihab yang sebenarnya, seperti yang
terdapat
dalam kitab Ibn Sa'ad dan Ibn 'Asakir, adalah 'al-ahadist' yang berarti
Hadishadis
yang
telah dimaklumi secara definitif, yaitu Hadis-hadis yang berasal dari Nabi
Muhammad.
b.
Membuat teori-teori rekayasa. Bahwa untuk memperkuat tuduhannya yang
menyatakan
bahwa apa yang disebut Hadis adalah bukan sesuatu yang otentik dari
nabi
Muhammad, melainkan hanya merupakan bikinan para ulama abad pertama dan
kedua,
Schacht membuat teori tentang 'rekonstruksi' terjadinya sanad Hadis. teori ini
dikemudian
hari dikenal sebagai teori Projecting Back (proyeki ke belakang)
Menurut
Schacht, jurisprudensi Islam belum eksis dan permanen pada masa
al-Sya'by
(w. 110 H.). Hal ini artinya bahwa apabila terdapat Hadis-hadis yang
berkaitan
dengan hukum Islam, maka sejatinya Hadis-hadis tersebut merupakan
buatan
orang-orang yang lahir dan hidup sesudah al-Sya'bi. Schacht berpendapat
bahwa
jurisprudensi Islam baru dikenal sejak masa pengangkatan para qadhi (hakim
agama),
yang baru diadakan pada dinasti bani Umayah.
c.
Ketiga melecehkan Ulama Hadis, di mana kiat para orientalis selanjutnya adalah
melecehkan
kredibilitas ulama Hadis, sembari menuduh mereka sebagai pemalsu.
Banyak
ulama yang mereka sorot dan menjadi sasaran pelecehan ini, antara lain
Shahabat
Abu Hurairah (w. 57 H.), Imam Ibn Syihab al-Zuhri (w. 123 H.), dan Imam
Muhammad
bin Ismail al-Bukhari (w. 256 H.).
Tiga
tokoh tersebut menjadi sasarn pokok serangan para orientalis karena
ketiganya
menempati posisi-posisi yang strategis dalam kajian ilmu Hadis; Abu
Hurairah
adalah Shahabat yang tercatat sebagai shahabat yang paling banyak
meriwayatkan
Hadis dari Nabi Muhammad. Dan al-Zuhri disebut-sebut sebagai orang
yang
pertama kali membukukan Hadis. sementara al-Bukhari adalah tokoh yang
menulis
kitab paling otentik sesudah al-Quran, yaitu kitab Shahih al-Bukhari.
4.
Kritik Hadis versi
Orientalis
Kalau
ada diantara orientalis yang pernah berusaha menciptakan metode kritik
hadits,
maka sudah bisa dipastikan arahnya, yaitu untuk menjegal metodologi yang
selama
ini ada. Dengan demikian akan terjadi perubahan besar dalam hukum-hukum
Islam
akibat dari berubahnya hadits shahih menjadi maudhu` atau yang maudhu` malah
menjadi
shahih
Dan
akibat yang akan ditimbulkan sudah bisa anda bayangkan juga. Nantinya
syariah
Islam akan berubah 180% derajat. Sesuatu yang haram bisa jadi halal dan yang
halal
bisa jadi haram. Bahkan zina, khamar, judi, mut`ah, mencuri dan segala
kemungkaran
menjadi halal. Dan sebaliknya, jilbab, qishash, hudud dan menegakkan
hukum
Islam menjadi terlarang. Karena haditsnya telah berubah status. Dan
perubahannya
itu ditentukan oleh para orientalis.
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kendati
orang-orang barat sudah lama mempelajari kajian-kajian keislaman
secara
umum, nampaknya baru pada masa-masa belakangan ini, mengarahkan
mengarahkan
kajiannya secara khusus terhadap Hadis dan ilmu Hadis.
Para
orientalis barat itu meski ada satu dua yang niatnya baik dan jujur, namun
umumnya
adalah orang-orang yang punya niat tidak baik erhadap ajaran Islam. kalau pun
niatnya
baik, tapi karena mereka tidak mengenal ajaran Islam dengan benar sesuai
dengan
manhaj Rasulullah SAW, maka baik metode maupun kesimpulan akhirnya selalu
melenceng
jauh dari objektifita
DAFTAR
PUSTAKA
Hanafi,
A,1981, Orientalisme Ditinjau Menurut Kaca Mata Agama, Jakarta : Pustaka
Al-
Husna.
Edward
W Said, 1996, Orientalisme, Terj. Asep Hikmat, Bandung: Pustaka Salman.
M.
Amien Rais, 1986, “Cakrawala Islam”, Bandung: Mizan.
M.
M. Azami, 1994, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta : PT
pustaka
Firdaus.
www.sukmanila.multiply.com
www.ikhwaninteraktif.com
Mustafa
al-Siba'i, Al-Sunah Wa Makanatuha fi Al-Tasyri' Al-Islami, Beirut, 1978, hal.15
Hanafi,
A,“Orientalisme Ditinjau Menurut Kaca Mata Agama” Jakarta : Pustaka Al-
Husna,
1981
Edward
W Said, Orientalisme, Terj. Asep Hikmat, Bandung: Pustaka Salman, 1996
M.
Amien Rais, Cakrawala Islam, Bandung: Mizan, 1986
M. M.
Azami, 1994, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta : PT
pustaka Firdaus.
Mustafa
al-Siba'i, Al-Sunah Wa Makanatuha fi Al-Tasyri' Al-Islami, Beirut, 1978, hal.15
Diambil
dari www.sukmanila.multiply.com
Diambil
dari www.ikhwaninteraktif.com
ikhwaninteraktif.com
Tiada ulasan:
Catat Ulasan
berkomentarlah dengan bijak sahabat semua.