JIHAD
ITU (BUKAN) TERORISME
mati di j“sesungguhnya jihad di era sekarang bukanlah mencari alan
Allah tetapi bagaimana kita berusahaha hidup bersama-sama di jalan Allah.”
(Gammal al-Banna)
Kalau ada anjing menggit
manusia maka itu bukanlah berita. Tetapi kalau suatu saat ada manusia menggit
anjing itulah berita. Ungkapan tersebut
lazim dikenal dalam dunia jurnalistik. Sebuah berita yang baik adalah berita
yang unik, aneh, dan bahkan nyeleneh. Berita yang positif, standar, normal dan
sudah menjadi pengetahuan umum memang tidak banyak menita perhatian. Ada lagi
istilah “ A bad news is a goog news “.
Pengaruh media massa dalam kehidupan sosial luar biasa
dahsyat. Tingkat kepercayaan dan kenyamanan masyarakat terhadap media boleh
dikatakan masih tinggi. Buktinya, berita media masih menjadi konsumsi rutin
dalam jumlah yang tidak sedikit. Akibatnya, ketika media melakukan upaya :
penggiringan opini “ masyarakat tidak menyadarinya. Apa yang disaksikan dan
dibaca dianggap sebagai fakta yang sesungguhan.
Banyak media yang seharusnya menyampaikan fakta yang
sebenarnya justru justru menampilkan yang sebaliknya. Sikap yang demikian
dilakukan media yang berkempentingan untuk membangun persepsi di masayarakat.
Betapapun demikian masih ada media yang melakukan pemberitaan secara aktual dan
berimbang. Namun hal itu nampaknya tidak terjadi dalam setiap pemberitaan.
Seperti di jelaskan oleh Iwan Awaludin Yusuf, S.IP, M,
Si, dalam tulisnya (jurnal al-islamiyah), bahwa media akan melakukan seleksi
fakta. Sebuah berita yang masuk ke ruang redaksiakan melewati proses
penyaringan yang tidak sederhana. Apa yang diterima masyarakat sebagai penikmat
berita akhirnya berupa “ fakta semu”
, jika tidak cermat dan cerdas dalam menyikapinya akan menimbulkan simpulan
yang sah.
Sungguh firman Allah dalam surat al-Hujarat (49) ayat 6
memberikan peringatan penting dalam hal penerimaan berita. “ Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Klarifikasi
atau tabayyun itu penting dalam setiap berita yang diterima.
Media
Dan Terorisme
Masalah
terorisme senantiasa menarik untuk diperbincangkan . mendengar kata terorisme
maka akan muncul di benak banyak pihak bahwa umat islam yang paling pantas
disebut sebagai subyeknya. Maraknya “
Terorisme” di dunia secara tidak langsung mengubah citra islam yang santun
menjadi islam yang “ garang” dan “pro” semua jenis peperangan dan
intimidasi. Islam dicaci maki, umat islam menjadi golongan yang patut
dicurigai.
Kalau
kita mencoba memahami islam secara benar dan menyeluruh, benarkah islam itu
megajarkan kebencian dan terorisme? Apakah islam menganjurkan pemeluknya untuk
menghabisi golongan umat yang memiliki konsep ketuhanan yang berbeda? Sekali
lagi, apakah islam menolak keberagamaan sehingga perbedaan keyakinan harus
ditumpas begitu saja dan diberangus dengan semena-mena ?
Jawaban
dari beberapa pertanyaan tersebut adalah “ penegasan”.
Islam justru menegaskan sikap santun dan damai dalam hidup dan kehidupan.
Perbedaan dalam islam adalah sunatullah yang karenanya manusia diuji untuk mampu
bersikap dewasa dalam menyikapinya. Seandainya memang ada pihak-pihak yang
menyuarakan kekerasan maka tidak semestinya hal itu dipersepsikan ke tubuh
islam secara total.
Seperti
dijelaskanm di atas tentang kuatnya pengaruh media. Media juga berperan penting
terhadap pencitaraan islam sebagai sebuah agama yang sejatinya menolak
kekerasan. Sayangnya, banyak mendia yang langsung menyudutkan islam dengan
adanya aksi-aksi terorisme yang terjadi
di dunia. Padahal, media belum melakukan chek and richeck secara akurat dan
meyakinkan. Sementara itu , islam sudah terlanjur menerima akibat negatifnya.
Ketika
ada sebagian umat islam yang menyuarakan islam dengan cara yang mungkin berbeda
dengan kebanyakan, media buru-buru menganggapnya sebagai model dakwah yang
kontraproduktif. Kalau di lacak lebih jauh, mereka yang bersikap demekian lebih
karena bertahan, membela diri dari serangan pihak lai, ironisnya, pembelaan itu
dianggap upaya ofensif (menyerang)
sehingga pelakunya layak disebut teroris.
Medai
boleh dikatakan tidak fair dalam menampikan isu terorisme. Tidak dimungkiri
bahwa ada juga sikao umat islam yang mengarah kesana. Namun perlu diketahui
pula bahwa sesungguhnya semua agama , menurut Ari Wibowo, S. HI. S.H, M. H
berpotensi melakukan teorisme. Namun, saat ini terorisme karena ula media,
hanya diperuntukan secara tungga kepada umat islam. Islam akhirnya identik
dengan terorisme.
Misionarisme
Dalam
islam ada konsep jihad. Secara bahasa ,
jihad berarti berjuabg dengan sekuat tenaga alias sungguh-sungguh jihad, kalau
dibaca dalam al-Qur’an memang lebih banyak berkisah tentang peperangan.
Sementara dala hadis Rasulullah selain masalah perang, jihad dimakanai lebih
komperehensif dan universal. Misalnya, Rasulullah setelah perang badar bersabda
bahwa ada jihad yang lebih besar yaitu jihad melawan hawa nafsu (jihadu
al-Nafs).
Semua
agama tentunya memiliki misi untuk memperluas ajarananya. Oleh karena itu,
istilah misionaris itu sebenarnya tidak harus identik dengan agam tertentu.
Islampun berhak untuk menyandangnya, sebab dalam islam istila “dakwah” yang salah satunya bagaimana
agar islam dikenal dan dianut oleh orang yang sebelumnya beragama lain. Harus
dipahami pula bahwa dakwah dalam islam harus santun, ada aturannya.
“al-isl mu ‘aqidatun wa syar’atun “.
Islam itu adalah akidah dan sekaligus syari’at atau jalan hidup. Berislam itu
ada aturan mainnya. Termasuk bagaimana mendakwahkan islam itu sendiri. Misi
penyebaran islam tidak sepantasnya
dilakukan secara paksa. Sebab, ditegaskan dalam surat al-baqarah (2) ayat 256,
bahwa : “Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162]
dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”. telah jelas mana yang jalan
benar dan aman jalan yang menyesatkan.
Dakwah
(panggilan kepada jalan tuhan) itu sebaiknya dilakukan dengan himah (kebijaksanaan),
pelajaran yang baik, dan diskusi dengan cara yang terbaik. Jelas sekali, bahwa
sikap yang keras dan permusuhan. Kalau begitu bagaimana dengan perperangan di
zaman Rasululullah ? bukankah peperang
iti bagian dari kekerasaan ? benar, bahwa banyak sejarah perang yang sampai
kepada kita. Perlu dikaji lebih lanjut masalah perang ini, pastinya perang
dalam islam sebenarnya lebih banyak dilakukan sebagi upaya pembelaan
(defensif). Tepatnya peperangan dalam islam
itu solisi terakhir , dan bukan cara utama dan pertama.
Peperangan
memang ada dalam kondisi tertentu diwajibkan dalam islam. Tetapi harus diingat
bagaimanapun perang adalah sesuatu yang tidak disukai oleh umat islam itu
sendiri. Lebih lanjut dapat dibaca dalam surat al-baqarah ayat 216. Dari sini
dapat dipahami bahwa kalau ada jalan lain selain perang maka itu lebih baik.